Fosil itu berusia ribuan tahun
katanya. Para ilmuwan menentukan usia sebuah fosil tentunya tidak seenak
udelnya. Perlu penelitian ilmiah dan pengkajian yang mendalam. Berikut
share artikel dari Faktailmiah.com tentang bagaimana para ilmuwan dalam
menentukan usia benda-benda purbakala tersebut
Tanpa waktu yang tepat, para
peneliti tidak dapat merekonstruksi kronologi yang handal mengenai kapan
dan bagaimana manusia berevolusi. Teknik penentuan waktu modern
memungkinkan ilmuan untuk mengatakan, dengan hanya celah kesalahan 20
ribu tahun, kalau Lucy hidup 3,18 juta tahun lalu.
Bahkan bila 20 ribu tahun terasa
besar, ia bukanlah besar bila dibandingkan dengan ukuran jutaan tahun.
Sungguh, dalam waktu geologis, waktu ini sangat teliti. Sedikit saja
dari metode ini menentukan waktu dari fosil itu sendiri; sebagian besar
menentukan waktu lapisan batuan sekitarnya di atas dan dibawah fosil.
Para peneliti menggabungkan dua metodologi untuk menentukan usia
lapisan-lapisan ini: pewaktuan relatif dan pewaktuan mutlak.
Pewaktuan relatif menyusun
barisan lokasi, peristiwa, atau artefak dalam urutan kronologis dari
yang tertua ke yang termuda, tanpa memberikan waktu. Aturan yang berguna
adalah Hukum Superposisi, yang menyatakan kalau benda yang ditemukan di
lapisan bawah pasti lebih tua dari yang ditemukan di lapisan atas.
Aturan ini berlaku sejauh lapisan-lapisan tidak bergeser, faktor yang
dapat ditentukan lewat paleomagnetisme. Biostratigrafi adalah teknik
pewaktuan relatif yang menggunakan barisan perubahan evolusi pada hewan
seperti pengerat untuk menentukan waktu.
Pengerat adalah alat ukur yang
berguna karena mereka memiliki rentang generasi singkat dan menampilkan
perubahan evolusi lebih cepat daripada hewan lain. Karena ada lebih
banyak bentuk pengerat, waktu dapat ditentukan dengan lebih teliti.
Pewaktuan mutlak memberikan usia
pada sebuah spesimen, biasanya dengan rentang kesalahan tertentu. Salah
satu teknik yang paling umum adalah pewaktuan radioaktif. Teknik ini
menggunakan laju peluruhan isotop radioaktif untuk menentukan seberapa
lama di masa lalu benda tersebut terbentuk. Isotop radioaktif meluruh
seiring waktu dengan kecepatan relatif konstan, yang disebut waktu paruh
(half life). Half-life mengukur seberapa lama waktu diperlukan separuh
isotop radioaktif untuk meluruh menjadi bentuk s tabil. Tiap peluruhan
isotop radioaktif meluruh dengan laju berbeda. Sebagai contoh, peluruhan
isotop karbon 14 memiliki laju lebih cepat daripada potasium 40, namun
semua peluruhan karbon 14 kecepatannya sama.
Pewaktuan potassium argon
menggunakan isotop radioaktif potasium 40. Potasium alaminya meluruh
menjadi gas argon. Kedua unsur ini (bersama yang lainnya) terkandung
dalam batuan gunung berapi. Ketika batuan tersebut meleleh, ia
melepaskan gas seperti argon ke atmosfer. Saat ia mendingin dan
mengeras, batuan vulkanis menjebak gas-gas kedalam kristal-kristal
kecil. Potasium 40 terus meluruh menjadi gas argon, namun gasnya tidak
dapat lari dari batuan. Ahli geologi dapat melelehkan batu tersebut dan
mengukur gas argon yang terlepas, yang akan menentukan seberapa lama
waktu telah berlalu semenjak batu tersebut meleleh.
Cara kerja pewaktuan radioaktif
Waktu paruh potasium 40 adalah
1,3 miliar tahun. Karena perlu setidaknya 200 ribu tahun agar ada cukup
gas argon untuk menumpuk dan memungkinkan pengukuran yang akuraat,
teknik potasium-argon digunakan untuk menentukan waktu benda yang lebih
tua. Pewaktuan radiokarbonmenggunakan karbon 14, yang memiliki waktu
paruh hanya 5730 tahun; ia hanya mampu menentukan usia benda yang paling
tua berusia 50 ribu tahun. Teknik pewaktuan mutlak lainnya mencakup
termoluminesens dan resonansi spin elektron.
Baik teknik relatif maupun
mutlak harus digunakan untuk menentukan usia fosil. Menggunakan metode
potasium-argon, para peneliti menentukan lapisan yang diatas spesimen
Lucy berusia 2,95 juta tahun dan dibawahnya berusia 3,18 juta tahun.
Pewaktuan relatif menunjukkan kalau Lucy berada di antara kedua waktu
tersebut, dan lebih dekat ke 3,18 juta tahun.