HARI ini umat Islam mulai menjalani ibadah puasa Ramadhan. Pasti banyak
yang tahu bahwa puasa tidak hanya menahan makan dan minum sejak subuh
hingga Maghrib saja. Tapi puasa juga mengharuskan kita membiasakan diri
untuk menahan segala hawa nafsu, termasuk nafsu amarah. Agama Islam
mengajarkan, percuma saja puasa jika hanya mendapatkan rasa lapar dan
haus.
Bagi Anda yang tinggal di kota besar, terutama Jakarta, pasti tidak
gampang menahan amarah setiap hari. Sejak berangkat ke kantor, selama
bekerja di kantor, sampai kembali perjalanan pulang. Apalagi yang
menyetir mobil sendiri. Melihat ulah para supir angkutan umum dan
pengendara sepeda motor yang ugal-ugalan.Memang tidak gampang meredakan
emosi, terlebih bagi mereka yang menjalankan puasa.
Efeknya merusak tubuh
Sebelum tahu bagaimana mengatasinya, ada baiknya mengetahui bahwa
kemarahan -dari yang ringan hingga berat-meningkatkan detak jantung dan
tekanan darah. Bahkan efek marah ini kadang-kadang merusak. Orang yang
terbiasa berkeringat seringkali menderita masalah fisik seperti infeksi
perut dan serangan jantung.
Sebuah studi yang dilakukan John Hopkins University terhadap lebih dari
1000 dokter melaporkan, dokter muda yang cepat memberikan reaksi
terhadap stres dengan kemarahan nyatanya punya risiko 5 kali lebih besar
terkena serangan jantung daripada koleganya yang lebih kalem walaupun
tidak ada sejarah medis dari keluarga mereka yang menderita sakit
jantung.
Kemarahan memang bisa merusak tubuh. Lalu bagaimana mengatasinya?
Mengingat sikap dan tindakan agresi (termasuk marah) sebenarnya reaksi
alami terhadap ancaman, harus diingat, marah boleh-boleh saja asal
sesuai porsi. Kemarahan berlebihan bisa berbahaya. Menemukan respon yang
pas itulah yang penting. Mana yang lebih sehat, mengekspresikan atau
menahan kemarahan?
Arahkan ke perilaku konstruktif
Sebagian orang memilih untuk memfokuskan diri pada hal-hal positif
daripada memikirkan hal-hal yang memicu amarah. Tujuannya, mengarahkan
kembali emosi Anda ke arah perilaku yang lebih konstruktif. Meski
membantu, tetapi pendekatan ini masih mengandung bahaya. Pengarahan
kembali bisa menjadi salah satu bentuk penahanan diri.
Jika kemarahan Anda tetap menjadi satu kekuatan tersembunyi, masih ada
kemungkinan munculnya konsekuensi yang lebih serius seperti depresi.
Terlebih kemarahan yang ditahan bisa mengarah pada perbuatan pasif
agresif -misalnya keinginan untuk menyingkirkan orang lain secara tidak
langsung.
Kalau Anda tergolong orang semacam itu, mengekspresikan kemarahan
tampaknya menjadi langkah paling tepat. Kunci keberhasilan
mengekspresikan emosi terletak pada sikap asertif. Menjelaskan kebutuhan
apa yang harus Anda penuhi tanpa menyakiti orang lain menjadi cara
sehat untuk mengatasi kemarahan.
"Hubungan seperti apa yang Anda inginkan dengan orang lain?" tanya
Michael Schulman Ph.D., psikolog klinis yang mengkhususkan diri
mendalami kemarahan di New York City.
"Perjelas bagaimana Anda ingin berinteraksi dengan orang lain. Sekali
Anda tahu, Anda bisa mundur sejenak dan berhitung sampai 10." Maksudnya,
begitu tahu apa yang Anda inginkan, cobalah melakukan introspeksi
sebelum memulai suatu tindakan yang baru.
Beberapa strategi mengendalikan kemarahan
Ada sejumlah cara untuk menjaga kemarahan tetap terkendali. Mengarahkan
emosi Anda ke arah yang positif dan konstruktif bisa dipelajari. Ini
strateginya:
Relaksasi bisa membantu meringankan emosi Anda. Cobalah metode berikut:
• Teknik olah nafas, misalnya meditasi
• Berlatih olah tubuh seperti yoga
• Membayangkan pengalaman yang membuat Anda santai, misalnya jalan-jalan di sepanjang pantai
• Mengulangi kalimat "Tenang, tenang" juga bisa membantu
Komunikasi yang lebih baik:
Jika suatu waktu Anda berada dalam diskusi yang sengit, tenangkan diri
dan pikirkan apa yang akan Anda ucapkan nantinya. Bisa membantu kalau
Anda berusaha mendengarkan apa yang dibicarakan orang lain. Mendengarkan
dengan seksama membantu Anda saat akan memberikan respon yang tepat.
Jika melakukannya, bukan tidak mungkin Anda menemukan solusi dari
permasalahan yang tengah dibahas.
Humor:
Memberikan pancingan berupa humor kadangkala meredakan emosi yang sudah
mulai mendidih. Kalau ada seseorang yang terasa mengganggu Anda,
bayangkan saja ia tidak pakai baju! Humor seringkali mengurangi
ketegangan yang sudah menyebar di ruangan yang penuh konfrontasi.
Rehat sejenak:
Punya jadwal waktu sendirian bukan saja berharga tapi juga penting.
Sedikit saja waktu untuk merenung atau memikirkan kembali bisa membantu
Anda mendapatkan perspektif baru. Aktivitas fisik seperti jalan-jalan,
menuliskan pemikiran, ngobrol dengan teman atau mendengarkan musik, toh
tidak akan mengurangi waktu Anda melakukan aktivitas lainnya.
Jadi patut diingat, menghadapi kemarahan bisa jadi dianggap rumit bagi
sebagian orang. Tetapi kini Anda sudah tahu bagaimana caranya
mengendalikan diri 'kan?
http://donialiyanto.blogspot.com/2011/08/bagaimana-cara-menahan-nafsu-amarah.html
Cara Menahan Nafsu Amarah Saat Puasa
11:44 AM
Muhammad Wardiman